Senin, 20 November 2017

PEMINDAHAN IBUKOTA NEGARA DALAM KERANGKA KETAHANAN NASIONAL



WACANA PEMINDAHAN IBUKOTA NEGARA INDONESIA
DALAM KERANGKA KETAHANAN NASIONAL


1.            Umum.
a.            Rencana atau usulan untuk melakukan pemindahan ibu kota Indonesia dari Jakarta ke lokasi lainnya sebenarnya bukan hal baru, karena sejak lama telah didiskusikan, yaitu sejak masa pemerintahan presiden Soekarno, dan lebih jauh lagi sejak masa kolonial Belanda. Pada awal Abad ke-20 ada upaya oleh Pemerintahan Hindia Belanda untuk mengubah lokasi ibu kota dari Batavia (nama Jakarta sebelumnya) ke Bandung, namun gagal karena adanya perang dunia kedua. Kemudian pada tahun 2010, perdebatan berlanjut tentang pembentukan ibu kota baru yang akan dipisah dari pusat ekonomi dan komersial negara. Presiden Indonesia saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono mendukung ide untuk membuat pusat politik dan administrasi Indonesia yang baru, karena masalah lingkungan dan overpopulasi Jakarta, namun sampai akhir pemerintahan SBY rencana ini juga belum terlaksana. Saat ini di era presiden Joko Widodo rencana untuk pemindahan ibukota negara kembali mengemuka.
b.         Ada beberapa wacana yang berkembang terkait dengan rencana pemindahan ibukota ini, diantaranya pertama melakukan pemindahan ibu kota secara total seperti yang dilakukan pemerintah Brasil dengan memindahkan ibu kotanya dari Rio de Janeiro ke Brasilia, kedua memisahkan pusat administratif dan Jakarta masih ditetapkan sebagai ibu kota resmi seperti Malaysia memindahkan pusat pemerintahan federal administratifnya ke Putrajaya, ketiga tetap mempertahankan Jakarta sebagai ibu kota dan pusat administrasi, sebagaimana Tokyo yang tetap menjadi pusat pemerintahan dan ekonomi Jepang.
c.         Beberapa lokasi yang menjadi pilihan untuk memindahkan ibukota adalah sebagai berikut: Pertama, Pulau Kalimantan, yaitu Pontianak atau Palangkaraya, karena pulau ini jauh dari daerah batas konvergen tektonik, artinya relatif aman dari ancaman gempa bumi dan letusan gunung berapi. Kedua Pulau Sumatera, Palembang,  karena dianggap sebagai kota bersejarah bekas ibu kota kerajaan Sriwijaya, memiliki makna simbolis historis kembalinya kejayaan bahari masa lampau Nusantara, dan memiliki keunggulan karena berlokasi di kawasan yang strategis dekat dengan ibu kota negara ASEAN lain seperti Singapura dan Kuala Lumpur. Ketiga, Pulau Sulawesi, Mamuju, diusulkan Wapres Jusuf Kalla karena letaknya berada di tengah tengah Indonesia dan tepat di tepian Selat Makassar.
d.         Keberadaan sebuah ibukota negara sangat vital, karena tidak hanya sebagai pusat pemerintahan, sekaligus menjadi halaman depan sebuah negara. Namun dalam pemindahan sebuah ibu kota negara, banyak hal yang harus menjadi bahan pertimbangan, diantaranya pertimbangan dari sisi ketahanan nasional, apakah keberadaan lokasi ibukota tersebut aman dari ancaman dan gangguan serta kemungkinan invasi negara lain.
e.         Berangkat dari pemikiran diatas, maka perlu pembahasan secara lebih mendalam terhadap rencana pemindahan ibukota negara dikaitkan dengan ketahanan nasional bangsa Indonesia.

2.         Pembahasan.
        a.         Berdasarkan undang-undang Republik Indonesia nomor 10 tahun 1964, Jakarta ditetapkan sebagai ibukota negara yang di sahkan pada tanggal 31 Agustus 1964 oleh presiden Soekarno. Semenjak dinyatakan sebagai ibu kota, penduduk Jakarta melonjak sangat pesat akibat kebutuhan tenaga kerja pemerintahan yang hampir semua terpusat di Jakarta. Pemerintah pun mulai melaksanakan program pembangunan proyek besar, seperti membangun pemukiman masyarakat, dan mengembangkan pusat-pusat bisnis kota. Namun akibat dari pembangunan yang kurang terencana dengan baik serta tidak dilaksanakannya rencana tata ruang wilayah secara konsisten, maka saat ini muncul berbagai permasalahan yang menyebabkan semakin tidak layaknya Jakarta menjadi sebuah ibukota negara, diantaranya banjir yang terjadi setiap musim hujan dengan sebaran yang luas, over populasi, pemukiman yang tidak tertata dengan baik, ketersediaan ruang terbuka hijau yang masih minim, kemacetan dihampir semua jalan, dan berbagai permasalahan lainnya yang sulit untuk dibenahi atau ditata ulang. Hal ini akhirnya memunculkan wacana untuk segera memindahkan ibukota negara.         

b.         Berangkat dari permasalahan diatas, maka wacana pemindahan ibukota negara kalau dilihat dari kacamata ketahanan nasional, perlu untuk dibahas lebih jauh, karena pemindahan ibukota negara akan memiliki multiplier effect terhadap berbagai hal, diantaranya berhubungan dengan ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan yang harus dihadapi apabila jadi dipindah. Ada beberapa hal yang perlu menjadi bahan pertimbangan dalam memindahkan ibukota negara, dilihat dari kacamata ketahanan nasional, sebagai berikut:
1)         Pemilihan lokasi harus mempertimbangkan keamanan dari sisi kemungkinan ancaman invasi maupun infiltrasi oleh negara sekitar. Dengan pengertian bahwa lokasi yang dipilih sebagai ibukota negara baru harus mempertimbangkan jarak dan waktu tempuh yang dibutuhkan oleh negara lain, jika sewaktu-waktu terjadi konflik, untuk melakukan serangan secara terbuka ke ibukota negara Indonesia. Hal ini perlu dilakukan sekaligus untuk menghitung kemampuan militer Indonesia dalam mengamankan ibukota negara.
2)         Daya dukung wilayah sekitar terhadap keberadaan ibukota negara. Dalam hal ini, ibukota negara yang baru harus menghitung kemampuan wilayah sekitarnya dalam mendukung kebutuhan guna mendukung operasional ibukota negara baru, dengan pengertian harus tersedia kantong-kantong logistik yang cukup serta sumber daya lainnya, sehingga ibukota yang baru tidak harus mendatangkan kebutuhan logistik dari wilayah yang jauh, termasuk dalam hal ini juga ketersediaan tenaga listriknya.
3)         Perkembangan lingkungan strategis di level regional terhadap lokasi ibukota negara baru. Hal ini harus menjadi prioritas dalam memutuskan lokasi ibukota baru, karena akan sangat berpengaruh terhadap keamanan dan stabilitas operasional pejabat negara yang sedang bertugas di ibukota negara. Seperti halnya saat ini, wilayah yang lokasinya berdekatan dengan konflik di Laut Natuna Utara (Laut Cina Selatan) sebaiknya tidak dipilih sebagai ibukota negara, karena tidak menutup kemungkinan suatu saat akan terjadi konflik terbuka guna memperebutkan sumberdaya alam yang ada diwilayah tersebut, sehingga akan berpengaruh secara langsung terhadap kinerja pejabat negara yang sedang melaksanakan tugas di ibukota negara yang baru.
4)         Kemampuan peralatan dan personel militer dalam mengamankan wilayah ibukota negara baru. Hal utama yang harus menjadi bahan pertimbangan untuk menentukan ibukota negara baru adalah kemampuan dan kekuatan militer yang dipunyai Indonesia. Apakah kemampuan dan kekuatan militer yang kita miliki mampu mengamankan wilayah ibukota negara tersebut secara terus menerus, baik dari ancaman terbuka maupun infiltrasi yang dilakukan oleh negara lain.
5)         Pemahaman terhadap adat dan budaya yang dimiliki penduduk setempat. Lokasi atau daerah yang dipilih sebagai ibukota negara juga harus memperhatikan adat istiadat serta budaya yang berlaku diwilayah tersebut, karena pembangunan ibukota negara baru tentunya akan membawa perubahan perilaku, kebiasaan dan budaya baru yang tentunya akan berimbas kepada budaya atau adat istiadat daerah setempat, sehingga tidak terjadi resistensi terhadap pendatang baru yang akan bekerja atau menetap di ibukota negara baru. Dengan pengertian bahwa kemampuan warga sekitar untuk beradaptasi dan melakukan proses asimilasi dengan pendatang baru perlu kajian yang lebih mendalam.
6)         Pertimbangan terhadap faktor sejarah. Hal ini menjadi penting, karena bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak pernah melupakan sejarahnya, dengan pengertian faktor sejarah dari lokasi yang akan dipilih perlu mendapat perhatian khusus karena terkait dengan catatan perjalanan bangsa yang akan diingat selamanya. Dengan pengertian bahwa wilayah yang dipilih adalah wilayah yang menjadi bahagian sejarah membanggakan perjalanan bangsa. Sehingga tidak terjadi penolakan dari warga negara terhadap wilayah terpilih dikarenakan sejarah kelam masa lalu diwilayah tersebut.
7)         Keamanan dari lokasi rawan bencana. Faktor ini sangat diperlukan karena terkait dengan keamanan bangunan dan infrastruktur serta keselamatan manusia yang akan bekerja dan menetap di ibukota negara baru tersebut, sehingga tidak mengganggu aktifitas serta operasional jalannya roda pemerintahan.
8)       Dukungan masyarakat dan politik terhadap lokasi yang dipilih. Dukungan oleh masyarakat atau warga negara secara mayoritas sangat dibutuhkan dalam menentukan ibukota negara yang dipilih, karena ibukota negara akan menjadi ikon kebanggan bangsa secara nasional, tidak hanya oleh warga yang ada disekitarnya. Ibukota negara adalah milik bersama seluruh warga negara. Demikian pula halnya dengan dukungan politik, sangat diperlukan untuk kelancaran dan keberlangsungan roda pemerintahan di ibukota negara yang baru.
9)         Konektivitas dengan struktur organisasi pemerintahan daerah. Ibukota negara yang terpilih hendaknya mempertimbangkan kemudahan konektivitas antara pusat pemerintahan dengan pemerintah daerah, agar roda pembangunan dan proses administrasi pemerintahan dapat berjalan dengan lancar dan aman, terutama terkait dengan kesiapan dan keamanan jaring komando, koordinasi dan komunikasi.
10)      Akses warga negara maupun swasta untuk memperoleh pelayanan publik. Lokasi ibukota negara baru seyogyanya juga mempertimbangkan kemudahan akses bagi warga negara maupun pihak swasta yang akan meminta pelayanan publik kepada pemerintah pusat.

c.    Kesepuluh poin diatas perlu menjadi pembahasan bersama sebelum menentukan ibukota negara yang baru, karena hal ini sangat berpengaruh kepada ketahanan nasional secara umum. Sehingga pemindahan ibukota tidak menimbulkan permasalahan baru yang dapat mengganggu jalannya roda pemerintahan dan stabilitas negara.

d.         Pengertian Ketahanan Nasional secara konsepsional adalah kondisi dinamis suatu bangsa, yang meliputi segenap aspek kehidupan nasional yang terintegrasi. Isinya berupa keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi segala tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan, baik yang datang dari dalam maupun luar. Tujuannya untuk menjamin identitas, integritas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan mencapai tujuan nasionalnya. Adapun inti dari Ketahanan Nasional Indonesia adalah kemampuan yang dimiliki bangsa dan negara dalam menghadapi segala bentuk ancaman, termasuk dalam hal proses pemindahan ibukota negara.
e.    Terkait dengan akan dilakukannya pemindahan ibukota negara, yang konsekuensinya akan menimbulkan beragam persoalan baru, maka perlu dikaji secara mendalam baik buruk maupun untung rugi dari pemindahan ibukota negara, dengan tetap melihat dari kacamata ketahanan nasional bangsa Indonesia secara menyeluruh.
3.         Penutup
            a.         Kesimpulan.
             Bahwa dalam rangka mewujudkan perpindahan ibukota negara, perlu dipertimbangkan setidaknya sepuluh poin terkait dengan perlunya menjaga ketahanan nasional secara menyeluruh, yaitu: ancaman dari luar, daya dukung wilayah, perkembangan lingkungan strategis, kemampuan militer, adat dan budaya setempat, faktor sejarah, daerah rawan bencana, dukungan masyarakat dan politik, konektivitas dan akses.                
            b.         Saran.
               1)         Perlu dilakukan musyawarah nasional dengan melibatkan seluruh perwakilan komponen masyarakat, untuk menyusun cetak biru pemindahan ibukota negara.
                2)         Perlu dilakukan sosialisasi dan edukasi kepada seluruh komponen masyarakat untuk memberi pemahaman yang sama terkait pemindahan ibukota negara.
4.         Selesai  






INDONESIA SEBAGAI POROS MARITIM DUNIA



INDONESIA 
SEBAGAI POROS MARITIM DUNIA



DALAM KERANGKA
 KETAHANAN NASIONAL




1.            Umum.

a.            Konstelasi geografis Indonesia sebagai negara maritim memberikan peluang sekaligus tantangan, yaitu berada di posisi silang dunia telah menjadikan perairan Indonesia sebagai salah satu jalur utama perdagangan dunia baik sebagai Sea Lines of Communications (SLOC) maupun Sea Lanes of Trades (SLOTs), disamping itu juga memberikan keuntungan berupa keberadaan potensi sumber daya maritim yang berlimpah. Situasi ini memberikan kontribusi positif dari sisi ekonomi, namun sekaligus juga berdampak negatif dari sisi ketahanan nasional, yaitu dengan terbuka dan kayanya wilayah perairan Indonesia telah meningkatkan ancaman terhadap kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

b.             Total potensi ekonomi Indonesia di sektor maritim, baik yang berhubungan dengan sumber daya alam dan pelayanan maritim nilainya mencapai lebih dari US$ 1,2 triliun per tahun.[1] Potensi maritim yang besar tersebut, kalau dikelola dengan baik seharusnya mampu menjadikan Indonesia sebagai sebuah negara besar dengan tingkat perekonomian yang tinggi dan angka kemiskinan yang rendah. Namun data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2013 memperlihatkan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) sebagai indikator pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya sebesar 5,81 persen, jauh dibawah Laos yang mencapai 7,6 persen, serta angka penduduk miskin Indonesia yang mencapai 11,37 persen yaitu sebanyak 28,7 juta jiwa.[2] Disamping itu sampai saat ini di Indonesia nelayannya masih miskin serta transportasi laut domestiknya  mahal.[3]

c.             Situasi diatas dibaca dan dipahami dengan sangat baik oleh Presiden Joko widodo dengan membuat konsep rencana pembangunan nasional yang lebih bervisi kemaritiman dengan sasaran akhirnya menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Selaras dengan konsep tersebut maka pembangunan diwilayah pelabuhan dan pesisir serta perairan Indonesia akan menjadi fokus utama pembangunan nasional, dengan harapan salah satunya akan terjadi peningkatan signifikan kapal-kapal asing yang melakukan bongkar muat dan singgah di pelabuhan-pelabuhan nasional Indonesia. Perubahan situasi ini apabila dilihat dari kacamata ketahanan nasional, akan menyebabkan semakin terbukanya perairan dan kawasan pelabuhan nasional Indonesia. Hal ini akan menjadi suatu titik kerawanan baru yang perlu dicermati dan diwaspadai.

d.            Menyikapi situasi diatas maka perlu adanya pembahasan secara menyeluruh terhadap konsep ketahanan nasional yang perlu disiapkan dari mulai saat ini, agar mampu mendukung dan mengamankan rencana pembangunan nasional yang berbasis kemaritiman dan bertujuan akhir menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia.

2.         Pembahasan.

            a.         Pemerintahan Presiden Joko Widodo diawal pemerintahannya telah menetapkan visi pembangunan nasional Indonesia adalah Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong”. Kemudian, visi tersebut diturunkan menjadi 7 misi pembangunan, dimana tiga dari tujuh misi tersebut berhubungan dengan maritim dan posisi Indonesia sebagai Negara Kepulauan, yaitu: (1) Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai Negara Kepulauan; (2) Mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jati diri sebagai bangsa maritim; dan (3) Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri maju, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional.

           

            b.         Mengalir dari keinginan pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia, telah diikuti dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2017 Tentang Kebijakan Kelautan Indonesia. Dalam Peraturan Presiden ini, yang dimaksudkan dengan Kebijakan Kelautan Indonesia adalah pedoman umum kebijakan kelautan dan langkah pelaksanaannya melalui program dan kegiatan kementerian/lembaga di bidang kelautan yang disusun dalam rangka percepatan implementasi Poros Maritim Dunia. Sedangkan yang dimaksud dengan Poros Maritim Dunia adalah suatu visi Indonesia untuk menjadi sebuah negara maritim yang berdaulat, maju, mandiri, kuat, serta mampu memberikan kontribusi positif bagi keamanan dan perdamaian kawasan dan dunia sesuai dengan kepentingan nasional.

c.         Pengertian Ketahanan Nasional secara konsepsional adalah kondisi dinamis suatu bangsa, yang meliputi segenap aspek kehidupan nasional yang terintegrasi. Isinya berupa keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi segala tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan, baik yang datang dari dalam maupun luar. Tujuannya untuk menjamin identitas, integritas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan mencapai tujuan nasionalnya. Adapun inti dari Ketahanan Nasional Indonesia adalah kemampuan yang dimiliki bangsa dan negara dalam menghadapi segala bentuk ancaman yang dewasa ini spektrumnya semakin luas dan kompleks.

d.         Ketahanan nasional merupakan istilah khas Indonesia yang muncul pada tahun 1960-an. Istilah ketahanan nasional dalam bahasa Inggris bisa disebut juga sebagai national resillience. Dalam terminologi Barat, terminologi yang kurang lebih semakna dengan ketahanan nasional, dikenal dengan istilah national power (kekuatan nasional). Teori national power telah banyak dikembangkan oleh para ilmuwan dari berbagai negara. Hans J Morgenthau dalam bukunya Politics Among Nation menjelaskan tentang apa yang disebutnya sebagai “The elements of National Powers” yang berarti beberapa unsur yang harus dipenuhi suatu negara agar memiliki kekuatan nasional. Secara konsepsional, penerapan teori tersebut di setiap negara berbeda, karena terkait dengan dinamika lingkungan strategis, kondisi sosio kultural dan aspek lainnya, sehingga pendekatan yang digunakan setiap negara juga berbeda. Demikian pula halnya dengan konsepsi Ketahanan Nasional Indonesia, yang unsur-unsurnya mencakup Asta Gatra dan pendekatannya menggunakan Pendekatan Asta Gatra.[4]

e.         Unsur-unsur asta gatra harus menjadi perhatian/pertimbangan utama dalam menyusun strategi pembangunan nasional yang berbasis maritim, karena terkait erat dengan ketahanan nasional. Asta Gatra terdiri atas Tri Gatra dan Panca Gatra, Trigatra meliputi Gatra letak dan kedudukan geografi, Gatra keadaan dan kekayaan alam serta Gatra keadaan dan kemampuan penduduk. Sedangkan Panca Gatra meliputi  Gatra ideologi,  Gatra politik, Gatra ekonomi, Gatra sosial budaya (sosbud) serta Gatra pertahanan dan keamanan (hankam).



f.          Terkait dengan akan dijadikannya Indonesia sebagai poros maritim dunia, yang konsekuensinya akan membawa Indonesia sebagai pusat lalu lintas perdagangan dunia, maka Indonesia akan menjadi semakin terbuka dari berbagai kepentingan negara lain. Situasi ini akan berdampak kepada terjadinya pengaruh budaya yang sangat luar biasa terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat Indonesia, sehingga perlu pemikiran bersama untuk membangun strategi ketahanan nasional yang lebih kuat agar nantinya Indonesia tidak kehilangan identitas dirinya sebagai negara yang berbudaya dan berdaulat.

g.         Pengaruh dari perang kepentingan maupun strategi proxy war yang akan dimainkan oleh berbagai negara dalam rangka mengamankan kepentingan nasionalnya masing-masing, tentunya juga akan ikut mengancam ketahanan nasioanal Indonesia secara umum. Hal ini dikarenakan tidak semua negara suka dengan perkembangan Indonesia menjadi poros maritim dunia, sehingga mereka akan melakukan berbagai daya dan upaya untuk menggangu ketahanan nasional Indonesia.

h.         Gangguan terhadap ketahanan nasional Indonesia bentuknya akan dilakukan dalam beragam cara dan upaya, diantaranya ancaman dalam bentuk fisik, yaitu segala bentuk ancaman yang dapat mengganggu ketahanan nasional yang dilakukan dengan tindakan secara fisik, seperti serangan senjata, penghilangan nyawa manusia, perusakan fasilitas, terorisme, konflik berdarah, dan lain-lain. Serta ancaman ideologis, yaitu segala bentuk ancaman yang dapat mengganggu ketahanan nasional yang dilakukan dalam tataran pemikiran, seperti perang ideologi, arus globalisasi, kepentingan politik, dan lain-lain. Gangguan maupun ancaman terhadap ketahanan nasional tersebut perlu segera disiapkan rencana maupun upaya untuk mengantisipasinya.

i.          Mencermati perkembangan lingkungan strategis terakhir, memperlihatkan kecenderungan perubahan bentuk ancaman lebih kearah potensi ancaman non fisik yang perlu diwaspadai dapat merusak sendi-sendi bernegara dan berbangsa. Bentuk ancaman non fisik itu dapat berupa munculnya paham-paham radikal dan ekstrimis dari luar maupun dalam negeri, munculnya berbagai aliran sesat di Indonesia, provokasi dari kelompok masyarakat tertentu terhadap kelompok masyarakat lainnya yang mengandung unsur SARA, munculnya sikap apatis terhadap pemerintah, munculnya sikap mau menang sendiri dalam masyarakat Indonesia, masuknya berbagai kebudayaan dan paham baru dari luar negeri, adanya campur tangan politik dari badan-badan asing di dalam negeri, maraknya media propaganda asing, adu domba yang dilakukan pihak asing, dan lain-lain.

j.           Berdasarkan beragam bentuk ancaman dan gangguan yang dapat mengancam ketahanan nasional Indonesia terebut, apalagi dengan telah dicanangkannya oleh Presiden untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia, tentunya perlu diantisipasi dengan membangun strategi ketahanan nasional yang lebih kuat.  Untuk membangun ketahanan nasional yan lebih kuat maka dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu dengan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap ideologi negara Pancasila, dasar negara UUD 1945, konsep Bhinneka Tunggal Ika, dan konsep wawasan nusantara serta membuat konsep pembangunan nasional berbasis maritim dengan memperhatikan aspek-aspek Asta Gatra sebagai unsur-unsur dasar dari ketahanan nasional.

k.         Upaya untuk meningkatkan hal-hal tersebut diatas dapat dilakukan terhadap seluruh lapisan masyarakat mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi, serta terhadap berbagai elemen masyarakat dari beragam organisasi politik, kepemudaan dan kemasyarakatan. Dengan harapan akan terwujudnya kesamaan semangat dan pemahaman dalam kehidupan bernegara dan berbangsa. Kesamaan visi dan misi dalam membangun dan mencapai cita-cita pembangunan nasional. Kesamaan keinginan untuk mendahulukan kepentingan negara diatas kepentingan kelompok maupun golongan. Kesamaan sikap dalam menjaga kedaulatan negara kesatuan Republik Indonesia. Kesamaan kecintaan terhadap produk-produk dalam negeri. Serta kesamaan keinginan untuk mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia.

3.         Penutup

            a.         Kesimpulan.

                                    Bahwa dalam rangka mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia, maka perlu dilakukan tindakan antisipasi dengan membangun ketahanan nasional yang lebih kuat. Tanpa terbangunnya ketahanan nasional yang lebih kuat maka keberhasilan pencapaian Indonesia sebagai poros maritim dunia tidak akan membawa dampak yang positif bagi masyarakat Indonesia, hanya akan dinikmati oleh negara-negara lain dengan menjadikan Indonesia sebagai ladang eksploitasi sumberdaya manusia maupun sumberdaya alamnya.

                        Upaya meningkatkan ketahanan nasional dapat dilakukan dengan lebih meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap ideologi negara Pancasila, Dasar negara UUD 1945, konsep Bhinneka Tunggal Ika, dan konsep wawasan nusantara serta membuat konsep pembangunan nasional berbasis kemaritiman dengan mempedomani Asta Gatra sebagai unsur-unsur dasar dari ketahanan nasional.

            b.         Saran.

                                    1)         Perlu dilakukan penambahan bobot mata pelajaran Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan Wawasan Nusantara kepada semua siswa/mahasiswa di level pendidikan dasar sampai dengan perguruan tinggi.

                        2)         Perlu diaktifkan/mewajibkan kegiatan pendidikan/latihan bela negara/wawasan kebangsaan kepada seluruh lapisan/kelompok masyarakat Indonesia, mulai dari organisasi politik, organisasi kemasyarakatan maupun organisasi kepemudaan.

                        3)         Perlunya pelibatan media massa cetak dan elektronik secara optimal dalam menyebarkan program-program, berita-berita dan informasi yang mendukung ketahanan nasional.

4.         Selesai  






[1] Kementerian Kelautan dan Perikanan. Laut Masa Depan Indonesia. Diakses Tanggal 1 November 2017.

[2] Badan Pusat Statistik. 2013. Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi, Edisi 40 September 2013.

[3] Bambang Murgiyanto,dkk. 2012. Tinjauan Pembangunan Maritim Indonesia Menjawab Tantangan Masa Depan, (Cet 1 Jakarta: Persatuan Purnawirawan Angkatan Laut). hal. 70-71.